Selasa, 03 April 2012

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Tenaga kerja adalah pelaku pembangunan dan pelaku ekonomi baik secara individu maupun secara kelompok, sehingga mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam aktivitas perekonomian nasional, yaitu meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia, tenaga kerja sebagai salah satu penggerak tata kehidupan ekonomi dan merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup melimpah. Indikasi ini bisa dilihat pada masih tingginya jumlah pengangguran di Indonesia serta rendahnya atau minimnya kesempatan kerja yang disediakan. Pada sisi lain seperti yang dikemukakan Satjipto Rahardjo bahwa untuk menggambarkan masyarakat Indonesia tidak ada yang lebih bagus dan tepat selain dengan mengatakan bahwa masyarakat itu sedang berubah secara cepat dan cukup mendasar.
Indonesia adalah masyarakat yang tengah mengalami transformasi struktural yaitu dari masyarakat yang berbasis pertanian ke basis industri. Perubahan tersebut mengalami akselerasi, yaitu sejak penggunaan teknologi makin menjadi modus andalan untuk menyelesaikan permasalahan,[1] sehingga mobilitas tenaga kerja tidak hanya perpindahan dari desa ke kota saja hal ini bisa dimengerti karena pertumbuhan industri lebih kuat berada diperkotaan dan semakin dirasakan penghasilan yang didapat lebih memadai sehingga lebih lanjut menunjukkan adanya tenaga kerja telah melintas antar negara. Banyak hal yang mempengaruhi terjadinya migrasi antar negara, namun faktor ekonomi tetap tampak dominan. Kondisi perekonomian yang kurang menarik di negaranya sendiri dan penghasilan yang cukup besar dan yang tampak lebih menarik di negara tujuan telah menjadi pemicu terjadinya mobilitas tenaga kerja secara internasional. Pendapatan yang meningkat di negara yang sedang berkembang memungkinkan penduduk di negara berkembang untuk pergi melintas batas negara, informasi yang sudah mendunia dan kemudahan transportasi juga berperan meningkatkan mobilitas tenaga kerja secara internasional[2]. Aspek hukum ketenagakerjaan,[3] harus selaras dengan perkembangan ketenagakerjaan saat ini yang sudah sedemikian pesat, sehingga substansi kajian hukum ketenagakerjaan tidak hanya meliputi hubungan kerja kerja semata, akan tetapi telah bergeser menjadi hubungan hukum antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah yang substansi kajian tidak hanya mengatur hubungan hukum dalam hubungan kerja (during employment), tetapi setelah hubungan kerja (post employment). Konsepsi ketenagakerjaan inilah yang dijadikan acuan untuk mengkaji perangkat hukum yang ada sekarang, apakah sudah meliputi bidangbidang tersebut atau belum. Kaitannya dengan hal ini, Lalu Husni mengemukakan sebagai berikut :
“Bidang hukum ketenagakerjaan sebelum hubungan kerja adalah bidang hukum yang berkenaan dengan kegiatan mempersiapkan calon tenaga kerja sehingga memiliki keterampilan yang cukup untuk memasuki dunia kerja, termasuk upaya untuk memperoleh lowongan pekerjaan baik di dalam maupun di luar negeri dan mekanisme yang harus dilalui oleh tenaga kerja sebelum mendapatkan pekerjaan”.[4]
Aspek perlindungan terhadap penempatan tenaga kerja di luar negeri sangat terkait pada sistem pengelolaan dan pengaturan yang dilakukan berbagai pihak yang terlibat pada pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar negeri. Untuk langkah penempatan tenaga kerja di luar negeri, Indonesia telah menetapkan mekanisme melalui tiga fase tanggung jawab penempatan yakni fase pra penempatan, selama penempatan dan purna penempatan. Pengaturan tentang penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri adalah Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri. Pada konsideran menimbang huruf c, d dan e, disebutkan bahwa tenaga kerja Indonesia di luar negeri sering dijadikan obyek perdagangan manusia, termasuk perbudakan dan kerja paksa, korban kekerasan, kesewenang-wenangan, kejahatan atas harkat dan martabat manusia serta perlakuan lain yang melanggar hak asasi manusia. Oleh karena itu negara wajib menjamin dan melindungi hak asasi warga negaranya yang bekerja baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan prinsip persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi dan anti perdagangan manusia. Dalam hal penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan nasional;
Pada fase pra penempatan tenaga kerja di luar negeri, sering dimanfaatkan calo tenaga kerja untuk maksud menguntungkan diri calo sendiri, yang sering mengakibatkan calon tenaga kerja yang akan bekerja di luar negeri menjadi korban dengan janji berbagai kemudahan untuk dapat bekerja diluar negeri, termasuk yang melanggar prosedur serta ketentuan pemerintah, akhirnya
sering memunculkan kasus tenaga kerja Indonesia ilegal. Pada fase selama penempatan sangat sering persoalan tenaga kerja Indonesia yang berada di luar negeri, mengakibatkan permasalahan yang cukup memprihatinkan berbagai pihak. Hal ini menunjukan bahwa apabila penyelesaian tenaga kerja diserahkan pada posisi tawar-menawar (bargaining position) maka pihak tenaga kerja akan berada pada posisi yang lemah. Sebagai misal, kasus kematian yang tidak wajar sampai pada kasus penganiayaan, berbagai pelecehan tenaga kerja sampai mengakibatkan adanya rencana pihak Indonesia untuk menghentikan pengiriman tenaga kerja keluar negeri oleh karena dirasakan bahwa pengiriman tenaga kerja keluar negeri akan menemui berbagai macam kendala. Pada permasalahan purna penempatan dalam mekanisme pemulangan sering terjadi bahwa disana-sini tenaga kerja yang baru pulang dari luar negeri berhadapan dengan berbagai masalah keamanan dan kenyamanan diperjalanan sampai tujuan, yang sering ditandai dengan terjadinya pemerasan terhadap hasil jerihpayah yang diperoleh dari luar negeri.Penciptaan mekanisme sistem penempatan tenaga kerja di luar negeri dimaksudkan sebagai upaya untuk mendorong terwujudnya arus penempatan yang berdaya guna dan berhasil guna, karena berbagai sumber masalah sering menghadang tenaga kerja tanpa diketahui sebelumnya oleh yang bersangkutan seperti :
1)      Sistem dan mekanisme yang belum mendukung terjadinya arus menempatan yang efektif dan efisien;
2)       Pelaksanaan penempatan yang kurang bertanggung jawab;
3)       Kualitas tenaga kerja Indonesia yang rendah;
4)      Latar belakang budaya negara yang akan dituju yang berbeda.
Dalam proses bertemunya penawaran dan permintaan tenaga kerja dari satu negara dengan negara lain tentu akan terjadi suatu transformasi nilai, sehingga problema sosial dan hukum sering dihadapi oleh tenaga kerja pendatang. Berbagai permasalahan sering dihadapi oleh tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri demikian ini baik yang terjadi pada fase pra penempatan, selama penempatan maupun pasca penempatan. Dalam setiap fase tersebut selalu terlibat segitiga pola hubungan yaitu tenaga kerja, pengusaha penempat tenaga kerja serta pemerintah selaku pembuat kebijakan.
Khusus untuk hak-hak tenaga kerja yang penting adalah memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri dan memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke tempat asal. Untuk memperkecil problema yang dihadapi para tenaga kerja di luar negeri serta melindungi harkat dan martabat tenaga kerja tersebut maka pengaturan tentang penempatan tenaga kerja Indonesia ke luar negeri dalam Undang-undang No. 39 Tahun 2004 merupakan jalan keluar.




2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, perumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1.   Apakah ada penyimpangan yang dilakukan TKI baik lewat PJTKI ?
2. Upaya-upaya apa yang dilakukan dalam perlindungan hukum terhadap TKI
di luar negeri yang dikirim PJTKI?
3. Bagaimana aspek perlindungan hukum dan hak-hak TKI di luar negeri yang
    melalui PJTKI?

3.   Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah;
1. Untuk mengidentifikasi penyimpangan dalam pelaksanaan pengiriman TKI
menurut Undang-undang Undang-undang No. 39 Tahun 2004 lewat PJTKI .
2. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan dalam perlindungan hukum
TKI di luar negeri yang dikirim PJTKI.
4. Untuk mengetahui aspek perlindungan hukum dan hak-hak TKI di luar negeri melalui PJTKI.

4.      Kerangka Pemikiran
Faktor utama mobilitas tenaga kerja antar negara dipengaruhi hal yang dominan adalah faktor ekonomi. Masalah kesempatan kerja semakin penting dan mendesak, karemna diperkirakan pertumbuhan angkatan kerja lebih cepat dari pertumbuhan kesempatan kerja. Hal ini akan mengakibatkan tingkat pengangguran yang semakin meningkat lebih-lebih dalam era krisis ekonomi dan moneter yang menlanda Indonesia saat ini yang ditandai dengan penyerapan angkatan kerja yang sangat sedikit, tingginya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), nilai tukar rupiah yang cernderung melemah. Dalam kondisi yang   demikian alternatif yang paling tepat dilakukan adalah mencari pekerjaan di luar
negeri.[5]
Perbuatan ekonomi yang dianggap sebagai perbuatan rasional dipengaruhi faktor-faktor : 1) pilihan, yaitu pada waktu seseorang melakukan sesuatu perbuatan ia sebenarnya telah mengesampingkan pemikiran untuk melakukan perbuatan yang lain; 2) dalam melakukan pilihan pada suatu perbuatan tertentu, seseorang telah memberikan nilai yang lebih tinggi pada perbuatan itu, dibanding perbuatan-perbuatan lain yang merupakan alternatif, 3) seseorang akan memilih untuk melakukan perbuatan yang memenuhi kepuasan pada dirinya.[6]
Untuk mengakomodasi kepentingan pengaturan ekonomi para tenaga kerja migran akan bisa dilihat pada konsideran Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri bahwa penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan nasional. Penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri perlu dilakukan secara terpadu antara instansi Pemerintah baik Pusat maupun Daerah dan peran serta masyarakat dalam suatu sistem hukum guna melindungi tenaga kerja Indonesia yang ditempatkan di luar negeri;
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat suatu hubungan yang erat antara pengadaan norma-norma (yang akan berwujud sebagai suatu sistem peraturanperaturan hukum) dengan kebutuhan-kebutuhan yang timbul dalam penyelenggaraan kehidupan ekonomi. Menurut Vinogradoff, hukum timbul dari pertimbangan memberi dan menerima dalam suatu hubungan sosial yang masuk akal/beralasan.[7]
Dari berbagai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang ada, dapat dicatat, ditnjau dari aspek perlindungan, hukum ketenagakerjaan mengatur perlindungan sejak sebelum dalam hubungan kerja, selama dalam hubungan kerja dan setelah kerja berakhir. Perlindungan terhadap hak asasi manusia di tempat kerja, telah pula mewarnai hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Organisasi ketenagakerjaan internasional dalam International Labour Organitation (ILO) menjamin perlindungan hak dasar dimaksud dengan menetapkan delapan konvensi dasar. Konvensi dasar tersebut dapat dikelompokkan dalam empat konvensi yaitu :
1)      kebebasan berserikat (Konvensi ILO Nomor 87 dan Nomor 98);
2)      larangan diskriminasi (Konvensi ILO Nomor 100, dan Nomor 111);
3)      larangan kerja paksa (Konvensi ILO Nomor 29, dan Nomor 105); dan
4)      Perlindungan anak (Konvensi ILO Nomor 138 dan Nomor 182).
Komitmen bangsa Indonesia terhadap penghargaan hak asasi manusia di tempat kerja, antara lain diwujudkan dengan meratifikasi kedelapan konvensi dasar tersebut. Sejalan dengan ratifikasi konvensi mengenai hak dasar itu, undang-undang ketenagakerjaan yang disusun kemudian, mencerminkan pula ketaatan dan penghargaan pada kedelapan prinsip tersebut. Setiap tenaga kerja mempunyai kesempatan yang sama dalam memilih dan mengisi lowongan pekerjaan di dalam wilatah pasar kerja nasional, untuk memperoleh pekerjaan, tanpa diskriminasi karena jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik, sesuai dengan minat, kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termnasuk perlakuan yang sama terhadap penyandang cacat. Setiap tenaga kerja mempunyai hak kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.[8] Makna dan arti pentingnya pekerjaan bagi setiap orang tercermin dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Namun pada kenyataannya, keterbatasan akan lowongan kerja di dalam negeri menyebabkan banyaknya Tenaga Kerja Indonesia mencari pekerjaan di luar negeri. Dari tahun ke tahun jumlah mereka yang bekerja di luar negeri semakin meningkat. Besarnya animo tenaga kerja yang akan bekerja ke luar negeri dan besarnya jumlah TKI yang sedang bekerja di luar negeri di satu segi mempunyai sisi positif, yang mengatasi sebagian masalah pengangguran di dalam negeri namun mempunyai pula sisi negatif berupa risiko kemungkinan terjadinya perlakuan yang tidak manusiawi terhadap TKI.
Risiko tersebut dapat dialami oleh TKI baik selama proses keberangkatan, selama bekerja di luar negeri maupun setelah pulang ke Indonesia. Dengan demikian perlu dilakukan pengaturan agar risiko perlakukan yang tidak manusiawi terhadap TKI sebagaimana disebutkan di atas dapat dihindari atau minimal dikurangi. Selama ini, secara yuridis peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar acuan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri adalah Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia untuk melakukan pekerjaan di luar Indonesia (Staatsblad Tahun 1887 Nomor 8) dan Keputusan Menteri serta peraturan pelaksanaannya.
Ketentuan dalam ordonansi sangat sederhana sehingga secara praktis tidak memenuhi kebutuhan yang berkembang. Kelemahan ordonansi itu dan tidak adanya undang-undang yang mengatur penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri selama ini diatasi melalui pengaturan dalam Keputusan Menteri serta peraturan pelaksanaannya. Dengan diundangkannya Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Ordonansi tentang Pengerahan Orang Indonesia Untuk Melakukan Pekerjaan di Luar Negeri dinyatakan tidak berlaku lagi dan diamanatkan penempatan tenaga kerja ke luar negeri diatur dalam undangundang tersendiri. Dengan Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, dengan pengaturan melalui undang-undang tersendiri, diharapkan mampu merumuskan norma-norma hukum yang melindungi TKI di luar negeri dari berbagai upaya dan perlakuan eksploitasi dari siapapun. Penempatan TKI ke luar negeri, merupakan program nasional dalam upaya meningkjatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya serta pengembangan kualitas sumber daya manusia.




BAB II
METODE PENELITIAN

1.      Metode Pendekatan
Pada penelitian ini yang digunakan adalah penelitian hukum normative dan penelitian hukum sosiologis dengan melakukan pendekatan normatif dan pendekatan empiris karena selain penelitian dilakukan pada law and books disertai pula dengan law in action. Pada penelitian hukum normative dimanfaatkan bahan-bahan hukum primer serta bahan hukum sekunder dan kegiatan penelitian normatif lebih menuju pada penelitian inventarisasi hukum serta untuk menemukan hukum inconcrito. Pada penelitian empiris direncanakan melakukan penelitian dengan cara kualitatif induktif eksplanatoris yaitu dengan cara mengamati kejadian-kegiatan atau faktafakta yang dianggap relevan dengan perihal penelitian lalu melakukan penelitian untuk dapat menjelaskan serta mengembangkan fakta sesuai dengan hukum yang sedang berlaku. Sehingga penelitian ini sebagai pendekatan pada masalah aspek hukum perlindungan hak-hak tenaga kerja Indonesia di luar negeri sesuai dengan peraturan yang sedang berlaku. Penggunaan metode dengan pendekatan ini dimaksudkan untuk memahami hubungan dan keterkaitan antara aspek-aspek hukum, dengan realitas
emperik dalam masyarakat.

2. Jenis Penelitian
Dilihat dari sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia atau keadaan dan gejala-gejala lainnya. [9]Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif ini diharapkan akan ditemukan makna-makna yang tersembunyi dibalik obyek ataupun subyek yang akan diteliti, dengan demikian metode ini dapat menjangkau dua hal sekaligus yaitu dunia obyektif sebagai suatu konsep keseluruhan (holistik) untuk mengungkapkan rahasia sesuatu dilakukan dengan menghimpun informasi dalam keadaan sewajarnya (natural setting), mempergunakan cara kerja yang sistematik, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan, artinya penelitian ini tidak hanya merekam hal-hal yang nampak secara eksplisit saja bahkan harus melihat secara keseluruhan fenomena yang terjadi dalam masyarakat.[10]

3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer adalah data kepustakaan, sedangkan data sekunder ialah data lapangan sebagai data pendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data primer. Sumber data dalam penelitian ini adalah Sumber data primer terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan yang mengatur ketenagakerjaan dan karangan ilmiah di bidang Hukum Ketenagakerjaan.

4. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data penelitian sesuai dengan maksud penelitian, maka data yang dikumpulkan melalui teknik Penelitian dilakukan secara bertahap melalui berbagai dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini yaitu terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder.

5. Metode Analisis Data
Data yang sudah berhasil dikumpulkan tersebut, selanjutnya dilakukan editing secukupnya untuk mengetahui apakah data tersebut sudah benar, lengkap dan atau masih ada kekurangan yang harus disempurnakan, selanjutnya disajikan dalam bentuk laporan tesis. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, yaitu data yang telah dikumpulkan kemudian disusun secara sistematis, selanjutnya dianalisa guna mencari kejelasan terhadap masalah yang dibahas.

6. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dimulai dengan Bab I atau Bab pendahuluan berisi fakta-fakta hukum dan sosial yang melatar belakangi pemikiran penelitian dalam kajian tentang aspek perlindungan hukum hak-hak tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Beranjak dari latar belakang tersebut, perumusan masalah dirumuskan dengan mempersempit fokus agar penelitian ini menjadi tajam. Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis serta normatif, diharapkan melalui penelitian kualitatif ini mampu menemukan akar permasalahan yang mendasar untuk mencari solusi akademis terhadap permasalahan yang ditawarkan. Dengan menguraikan pendekatan hukum sebagai sistem dan pendekatan fungsi hukum dalam msyarakat, dimaksudkan penelitian ini mampu menangkap akar permasalahan dengan segenap kompleksitasnya.














BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Hukum Ketenagakerjaan
Pengertian hukum ketenagakerjaan sangat tergantung pada hukum positif masing-masing negara. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau definisi mengenai hukum perburuhan (ketenagakerjaan) yang dikemukakan oleh para ahli hukum juga berlainan, terutama yang menyangkut keluasannya. Hal ini mengingat keluasan cakupan hukum perburuhan (ketenagakerjaan) di masing-masing negara juga berlainan. Disamping itu, perbedaan sudut pandang juga menyebabkan para ahli hukum memberikan definisi hukum perburuhan (ketenagakerjaan) yang berbeda pula. Berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi hukum perburuhan (ketenagakerjaan) oleh beberapa ahli. NEH van Esveld sebagaimana dikutip Iman Soepomo menegaskan hukum perburuhan (ketenagakerjaan) meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri.[11] Dengan definisi seperti ini berarti yang dimaksudkan dengan hukum perburuhan (ketenagakerjaan) tidak saja hukum yang bersangkutan dengan hubungan kerja, melainkan juga hukum yang bersangkutan denganpekerjaan di luar hubungan kerja. Misalnya seorang dokter yang mengobati pasiennya, seorang pengacara yang membela kliennya, atau seorang pelukis yang menerima pesanan lukisan.
Sementara itu Molenaar menegaskan bahwa hukum perburuhan (ketenagakerjaan) adalah bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh dan antara buruh dengan penguasa.[12] Definisi ini lebih menunjukkan pada latar belakang lahirnya hukum perburuhan (ketenagakerjaan). Sebab, pada mulanya selain mengenai perbudakan, baik orang yang bekerja maupun pemberi kerja bebas untuk menentukan syaratsyarat kerja, baik mengenai jam kerja, upah, jaminan sosial dan lainnya. Para pihak benar-benar bebas untuk membuat kesepakatan mengenai hal – hal tersebut. Kenyataannya orang yang bekerja (yang kemudian dalam hukum perburuhan (ketenagakerjaan) disebut buruh/pekerja) sebagai orang yang hanya mempunyai tenaga berada dalam kedudukan yang lemah, sebagai akibat lemahnya ekonomi mereka. Dalam kedudukan yang demikian ini sulit diharapkan mereka akan mampu melakukan bargaining power menghadapi pemberi kerja (yang kemudian dalam hukum ketenagakerjaan disebut
majikan/pengusaha). Oleh karena itu, hadirlah pihak ketiga, yakni penguasa (pemerintah) untuk melindungi orang yang bekerja. Hal –hal yang disebutkan inilah yang merupakan embrio hukum perburuhan (ketenagakerjaan). Seberapa jauh campur tangan pihak penguasa inilah yang ikut menentukan keluasan batasan hukum perburuhan. Di Indonesia peraturan mengenai Upah Minimum Regional/Upah Minimum Kabupaten merupakan contoh campur tangan pemerintah dalam melindungi buruh. Soetiksno, salah seorang ahli hukum Indonesia, memberikan definisi hukum perburuhan (ketenagakerjaan) sebagai berikut : “Hukum perburuhan (ketenagakerjaan) adalah keseluruha  peraturan-peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan di bawah pimpinan (perintah) orang lain dan keadaan-keadaan penghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja tersebut”.[13] Dengan definisi tersebut paling tidak ada dua hal yang hendak dicakup yaitu: Pertama, hukum perburuhan (ketenagakerjaan) hanya mengenai kerja sebagai akibat adanya hubungan kerja. Berarti kerja di bawah pimpinan orang lain. Dengan demikian hukum perburuhan (ketenagakerjaan) tidak mencakup (1) kerja yang dilakukan seseorang atas tanggung jawab dan resiko sendiri, (2) kerja yang dilakukan seseorang untuk orang lain yang didasarkan atas kesukarelaan, (3) kerja seorang pengurus atau wakil suatu perkumpulan. Kedua, peraturan–peraturan tentang keadaan penghidupan yang langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja, diantaranya adalah :
1. Peraturan-peraturan tentang keadaan sakit dan hari tua buruh/pekerja;
2. Peraturan-peraturan tentang keadaan hamil dan melahirkan anak bagi buruh/pekerja wanita;
3.  Peraturan-peraturan tentang pengangguran;
4. Peraturan-peraturan tentang organisasi-organisasi buruh/pekerja atau majikan/pengusaha dan tentang hubungannya satu sama lain dan hubungannya dengan pihak pemerintah dan sebagainya.[14] Iman Soepomo yang semasa hidupnya pernah menjabat sebagai guru besar hukum perburuhan (ketenagakerjaan) Fakultas Hukum Universitas Indonesia memberikan definisi hukum perburuhan (ketenagakerjaan) sebagai berikut : “Hukum perburuhan (ketenagakerjaan) adalah himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah”.[15]Mengkaji pengertian di atas, pengertian yang diberikan oleh Iman Soepomo tampak jelas bahwa hukum perburuhan (ketenagakerjaan) setidak-tidaknya mengandung unsur :
a. Himpunan peraturan (baik tertulis dan tidak tertulis).
b. Berkenaan dengan suatu kejadian/peristiwa.
c. Seseorang bekerja pada orang lain.
d. Upah.
Dari unsur-unsur di atas, jelaslah bahwa substansi hukum perburuhan (ketenagakerjaan) hanya menyangkut peraturan yang mengatur hubungan hukum seorang yang disebut buruh pekerja pada orang lain yang disebut majikan (bersifat keperdataan), jadi tidak mengatur hubungan hukum di luar hubungan kerja. Konsep ini sesuai dengan pengertian buruh/pekerja berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 butir 3 Undang - undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Undang-undang Ketenagakerjaan) disebutkan bahwa pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Batasan pengertian buruh/pekerja tersebut telah mengilhami para penulis sampai sekarang dalam memberikan batasan hukum perburuhan (ketenagakerjaan). Saat ini kondisinya telah berubah dengan intervensi pemerintah yang sangat besar dalam bidang perburuhan, sehingga kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah sudah demikian luas tidak hanya aspek hukum yang berhubungan dengan hubungan kerja saja, tetapi sebelum dan sesudah hubungan kerja. Konsep ini secara jelas diakomodasi dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

2.      Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan
Hukum perburuhan (ketenagakerjaan) merupakan spesies dari genus hukum umumnya. Berbicara tentang batasan pengertian hukum, hingga saat ini para ahli belum menemukan batasan yang baku serta memuaskan semua pihak tentang hukum, disebabkan karena hukum itu sendiri mempunyai bentuk serta segi yang sangat beragam. Ahli hukum berkebangsaan Belanda, J. van Kan, sebagaimana dikutip oleh Lalu Gusni, mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi kepentingan orang dalam masyarakat31. Pendapat lainnya menyatakan bahwa hukum adalah serangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan hukum adalah menjamin kebahagiaan dan ketertiban dalam masyarakat. Selain itu, menyebutkan 9 (sembilan) arti hukum yakni : [16]
1. Ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran,
2. Disiplin, yakni sebagai sistem ajaran tentang kenyataan atau gejalagejala yang dihadapi,
3. Norma, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan,
4. Tata hukum, yakni struktur dan perangkat norma-norma yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk tertulis,
5. Petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum (law inforcement officer),
6. Keputusan penguasa, yakni hasil – hasil proses diskripsi,
7. Proses pemerintahan, yakni proses hubungan timbal balik antara unsurunsur pokok dari sistem kenegaraan,
8. Sikap tindak yang ajeg atau perikelakuan yang teratur, yakni perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama yang bertujuan untuk mencapai kedamaian
9. Jalinan nilai, yakni jalinan dari konsepsi tentang apa yang dianggap baik dan buruk.
Pendapat di atas menunjukkan bahwa hukum itu mempunyai makna yang sangat luas, namun demikian secara umum, hukum dapat dilihat sebagai norma yang mengandung nilai tertentu. Jika hukum dalam kajian ini dibatasi sebagai norma, tidak berarti hukum identik dengan norma, sebab norma merupakan pedoman manusia dalam bertingkah laku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa norma hukum merupakan salah satu dari sekian banyak pedoman tingkah laku selain norma agama, kesopanan dan kesusilaan. Dengan adanya batasan pengertian hukum perburuhan (ketenagakerjaan) yang telah disebutkan di atas, saat ini kondisinya telah berubah dengan intervensi pemerintah yang sangat besar dalam bidang perburuhan/ketenagakerjaan, sehingga kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah sudah demikian luas tidak hanya aspek hukum yang
berhubungan dengan hubungan kerja saja, tetapi sebelum dan sesudah hubungan kerja. Konsep ini secara jelas diakomodasi dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 telah disesuaikan dengan perkembangan reformasi, khususnya yang menyangkut hak berserikat/berorganisasi, penyelesaian perselisihan indutrial. Dalam undang-undang ketenagakerjaan ini tidak lagi ditemukan istilah buruh dan majikan, tapi telah diganti dengan istilah pekerja dan pengusaha. Dalam Pasal 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa Ketenagakerjaan adalah segala hal ikhwal hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah melakukan pekerjaan. Berdasarkan pengertian Ketenagakerjaan tersebut dapat dirumuskan pengertian Hukum Ketenagakerjaan adalah segala peraturan hukum yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan kerja. Jadi pengertian hukum ketenagakerjaan lebih luas dari hukum perburuhan yang selama ini dikenal sebelumnya yang ruang lingkupnya hanya berkenaan dengan hubungan hukum antara buruh dengan majikan dalam hubungan kerja saja.

3.   Perkembangan Hukum Tentang Tenaga Kerja
Dalam membicarakan perkembangan hukum tentang tenaga kerja (hukum perburuhan) khususnya di Indonesia, uraian mengenai pertumbuhan dan perkembangannya tidak semata-mata dari undang-undang dan peraturan lainnya mengenai perburuhan (tenaga kerja). Hukum perburuhan yang ada pada masa itu adalah hukum perburuhan asli Indonesia, yaitu hukum perburuhan adat dan hukum perburuhan yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda. Hukum perburuhan adat sebagaimana hukum adat bidang-bidang lain, merupakan hukum tidak tertulis. Hukum perburuhan yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagian besar merupakan hukum tertulis. Hukum perburuhan adat yang karena bentuknya tidak tertulis, maka perkembangannya sulit diuraikan dengan penandaan tahun atau bulan. Pada kenyataannya pada masa sebelum Pemerintah Hindia Belanda, sudah ada orang yang memiliki budak. Kenyataan ini memberikan indikator kepada kita, bahwa ada orang yang memberikan pekerjaan, memimpin pekerjaan, meminta pekerja dan ada orang yang melakukan pekerjaan. Meskipun secara hukum, budak bukan merupakan subyek hukum, melainkan obyek hukum, namun faktanya budak melakukan sesuatu (pekerjaan) sebagaimana layaknya subyek hukum. Budak mempunyai kewajiban melakukan pekerjaan sesuai dengan perintah pemilik budak. Pemilik budak mempunyai hak untuk menerima pekerjaan, mengatur pekerjaan dan lain sebagainya. Akan tetapi pemilik budak ini sama sekali tidak ada kewajiban yang sesungguhnya. Yang ada adalah “kewajiban moral” karena kebaikan hati saja, seperti memberi makan, memberi pakaian dan perumahan (tempat tinggal) kepada budak. Meskipun pemberian itu pada akhirnya juga untuk pemilik budak sendiri, karena tanpa pemberian tersebut budak tidak dapat melakukan pekerjaan yang diberikan pemilik budak.

4.   Hukum Perundangan Tentang Tenaga Kerja
Sudah banyak hukum perundang-undangan yang mengatur tenaga kerja (buruh) yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, sampai dengan yang terakhir yaitu Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Namun demikian dalam pengaturan tentang buruh atau tenaga kerja dipelukan adanya sumber hukum. Sumber hukum adalah segala sesuatu dimana kita dapat menemukan ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan mengenai soal-soal perburuhan atau ketenagakerjaan. Sumber hukum dapat dibedakan menjadi : (1) sumber hukum materiel dan (2) sumber hukum formil. Sumber hukum materiel atau bisa juga disebut sumber isi hukum (karena sumber yang menentukan isi hukum) ialah kesadaran hukum masyarakat, yaitu kesadaran hukum yang ada dalam masyarakat mengenai sesuatu yang seyogyanya atau seharusnya. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa sumber hukum materiel merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum.
Sumber hukum formil adalah tempat di mana kita dapat menemukan hukum. Sumber hukum formil merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum.[17] Sumber hukum ketenagakerjaan (perburuhan) dalam arti formil adalah : (1) Perundang-undangan; (2) Kebiasaan; (3) Keputusan; (4) Traktat dan (5) Perjanjian. Sedangkan Iman Soepomo menyatakan bahwa sumber hukum perburuhan adalah : undang-undang, peraturan lain, kebiasaan, putusan, perjanjian, dan traktat.36 (1) Perundang-undangan Dimaksud dengan perundang-undangan adalah karena yang akan ditunjuk adalah undang-undang maupun peraturan lain di bawah undangundang. Undang-undang adalah peraturan yang ditetapkan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Di samping itu juga ada Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang yang mempunyai kedudukan sama dengan undang-undang. Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang ini ditetapkan Presiden, dalam hal ikhwal kepentingan yang memaksa. Peraturan tersebut harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikut.
Pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa semua peraturan yang berlaku sebelum kemerdekaan Indonesia masih tetap berlaku sebelum diadakan peraturan yang baru. Negara Indonesia, atas dasar pertimbangan mencegah adanya kekosongan hukum, mengakui masih berlakunya peraturan-peraturan dari zaman Hindia Belanda. Di antara peraturan-peraturan tersebut yang kedudukannya dapat disamakan dengan undang-undang, adalah :
(1) Wet.
(2) Algemeen Maatregel van Bestuur.
(3) Ordonnantie.
Sedangkan peraturan-peraturan yang kedudukannya di bawah undangundang, namun dpat disebut sebagai undang-undang, yakni undangundang
dalam arti materiel, yaitu :
(1) Regeeringsverordening.
(2) Regeeringsbesluit.
(3) Hoofd van de Afdeeling van Arbeid.
Peraturan-peraturan yang kedudukannya lebih rendah dari undangundang dan pada umumnya merupakan peraturan pelaksanaan undangundang adalah Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1953 tentang kewajiban melaporkan perusahaan, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1954 tentang cara membuat dan mengatur perjanjian perburuhan, Peraturan Menteri Perburuhan Nomor 9 Tahun 1964 tentang penetapan besarnya uang pesangon, Keputusan Presiden yang sifatnya mengatur, misalnya Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1953 tentang aturan hari libur, serta Peraturan atau Keputusan dari Instansi lain.





BAB IV
KONTRIBUSI PENELITIAN

Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambah perbendaharaan pengetahuan tentang aspek perlindungan hukum hak-hak tenaga kerja Indonesia di luar negeri yaitu yang terkait pada pengembangan Ilmu Hukum dalam bidang Hukum Ekonomi dan Teknologi (HET), sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan pula menjadi bahan masukan dalam upaya menyempurnakan sistem dan infrastruktur penempatan tenaga kerja yang akan keluar negeri berdasarkan kuantitas maupun kualitas sesuai dengan kebutuhan maupun kemampuan negara pengirim serta negara penerima.




















BAB V
JADWAL PENELITIAN


NO
KEGIATAN
MINGGU
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
Identifikasi masalah












2
Pengumpulan data












3
Penyusunan data












4
Binbingan dengan dosen












5
Perbaikan data












6
Pembuatan proposal












7
Penyerahan proposal












8
Menganalisis data












9
Penyusunan laporan












10
Penyerahan Penelitian






























BAB VI
ANGGARAN BIAYA PENELITIAN


NO
KEGIATAN
BIAYA
1
Pengumpulan data
Rp    350.000
2
Transportasi
Rp    200.000
3
Foto copy
Rp    250.000
4
Pemakaian internet
Rp    300.000
5
Komunikasi
Rp    200.000
6
Lain-lain
Rp    300.000
7
Pembuatan laporan penelitian
Rp    400.000
8
Jumlah
Rp 2.000.000


















DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Ananta, Aris, Liberalisasi ekspor dan Impor Tenaga Kerja Suatu Pemikiran Awal,
Pusat Penelitian Lembaga Demografi, FE UI, 1996.
Ari Sunariati, “Hak Asasi Buruh Menentukan Nasib Sendiri”, Prisma, No. 3  Tahun XI, 1992.
Arikunto Suharsini A, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Penerbit PT. Bina Aksara, Jakarta, 1989.
Azrul Azwar, Menuju Pelayanan Kesehatan Yang Bermutu, Penerbit Yayasan Penerbitan IDI, Jakarta, 1996.
Black, Henry Campbell (et a1), Black’s Law Dictionary (sixth Edition), West Publising Co. St, Paul, Minesota, U. S. A., 1990.
Budhisantoso, Kebudayaan dan Integrasi Nasional dalam Masyarakat Majemuk, dalam Chaidir Basrie (ed) Pemantapan Pembangunan Melalui Pendekatan Ketahanan Nasional, PPS UI, Dirjen Persmavet Mabes ABRI, Jakarta, 1994.
Budiono, Abdul Rachmad, Hukum Perburuhan di Indonesia, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999.
Danu Rudiono, “Kebijaksanaan Perburuhan Pasca Bom Minyak”, Prisma, Tahun
XXI, 1992.
Soeprihanto, John, Manajemen Personalia, Penerbit BPFE, Yogyakarta, 1984.
Soetiksno, “Hukum Perburuhan”, (tanpa penerbit), Jakarta, 1977.

Peraturan Perundang-undangan :
Undang-undang Dasar 1945
Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan;
Undang-undang No. 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri;


Daftar Riwayat Hidup
Nama                                       : Reza Fairuzabadi
Tempat, tanggal lahir              : Pontianak, 20 Agustus 1990
Alamat asal                             : Jln. Malahayu Raya No. 34, Kaligangsa Wetan
                                                  Brebes
Nama orang tua                       : Drs. Fajaruddin Effendy, MH
Riwayat pendidikan                : SD NEGERI 3 Kaligangsa Wetan Brebes  
MTS PPMI ASSALAM Surakarta
SMA NEGERI 2 Tegal        
Alamat di Semarang               : Genuk Karanglo No 27 Rt 6 Rw 1
No. Telp./ HP                          : 085876160008
Email                                       : Rezafairuzabadi@yahoo.com


 Semarang, 23 April 2011
Mengetahui
                                                                                       
Reza Fairuzabadi
NIM B2A008496




[1] Satjipto Rahardjo, Pendayagunaan Sosiologi Hukum untuk Memahami Proses-proses dalam
Konteks Pembangunan dan Globalisasi, Jurnal Hukum, No. 7 Vol. 4 Tahun 1997, hal. 2.
[2] Aris Ananta, Liberalisasi ekspor dan impor Tenaga Kerja suatu pemikiran awal, Pusat Penelitian
Kependudukan UGM, 1996, hal. 245.
[3] Pasal 1 butir 1 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa“ketenagakerjaan adalah segala hal ihwal menyangkut tenaga kerja baik sebelum, pada saat dansesudah melakuka pekerjaan”.
[4] Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 54.
[5] Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 56.
[6] Satjipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran Tentang Ancaman Hukum Dalam Pembinaan Hukum
Nasional, sinar Baru Bandung, 1985, hal. 57.
[7] Ronny Hanitijo Soemitro, Perspektif Sosial Dalam Pemahaman Masalah-masalah Hukum, Agung Perss, Semarang, 1989, hal. 130.
[8]  Pasal 31 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
[9]  Soeryono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 10

[10] H. Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1994, hal. 175.
[11] Iman Soepomo, “Hukum Perburuhan Undang-undang dan Peraturan–peraturan”, Jambatan,
Jakarta, 1972, hal. 2.
[12] Ibid., hal. 1.
[13] Soetiksno, “Hukum Perburuhan”, (tanpa penerbit), Jakarta, 1977, hal. 5.
[14] Ibid., hal. 6
[15] Iman Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta, Jambatan, 1985, halaman 12.
[16] Lalu Husni, Op. Cit., halaman 13.
[17] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1988

Tidak ada komentar:

Posting Komentar